Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DIREKTUR Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengungkapkan pihaknya berencana melakukan pergeseran (shifting) sumber impor minyak mentah (crude) dari beberapa negara ke Amerika Serikat. Langkah ini merupakan bagian dari upaya strategis untuk meminimalkan defisit perdagangan AS dengan Indonesia.
“Jadi ini bukan berarti menambah volume impor dari Amerika, tapi lebih kepada shifting impor crude ke Amerika Serikat,” ujar Simon dalam Media Briefing Capaian Kinerja Pertamina 2024 di Grha Pertamina, Jakarta, Jumat (13/6).
Dia menerangkan langkah tersebut sejalan dengan arah pemerintah Indonesia dalam konteks negosiasi dengan AS pascapemberlakuan kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump.
Baca juga : Lakukan Berbagai Inovasi, Pertamina Terdepan dalam Dekarbonisasi
“Ini merupakan bagian dari arahan pemerintah terkait negosiasi dengan AS,” sebutnya.
Meskipun demikian, pemerintah masih mengkaji lebih lanjut negara mana saja yang impornya akan dialihkan ke AS.
Simon menerangkan, dalam shifting impor minyak mentah juga mempertimbangkan berbagai faktor seperti waktu pengiriman, biaya logistik, hingga harga minyak yang ditawarkan oleh Amerika Serikat.
Baca juga : Ketahanan Energi Bergantung pada Agresivitas Eksplorasi Migas
Simon optimistis melalui dukungan dan negosiasi pemerintah, Pertamina dapat memperoleh solusi terbaik dalam jangka panjang, termasuk mendapatkan harga minyak yang lebih kompetitif.
“Kami selalu mendukung pemerintah dalam meningkatkan transaksi perdagangan dengan AS,” tambahnya.
Pelambatan ekonomi global
Di kesempatan yang sama, Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini menyampaikan kondisi global pada 2025 diperkirakan akan mengalami pelambatan dibandingkan tahun sebelumnya. Ia menyebutkan hampir seluruh indikator, mulai dari harga minyak brent, harga crude, hingga mean of platts Singapore (MOPS) menunjukkan tren penurunan.
“Secara year on year, proyeksi 2025 dibandingkan 2024 mengalami pelambatan. Namun, kami sedang menyusun strategi mitigasi di semester kedua tahun ini agar tetap adaptif terhadap dinamika global,” jelas Emma.
Ia melanjutkan, harga minyak brent yang saat ini sudah turun ke kisaran US$70 per barel, bahkan menyentuh US$62 per Mei 2024, menekan sektor hulu secara signifikan. Tekanan ini tidak hanya berdampak pada pendapatan hulu, tetapi juga terhadap keberlangsungan investasi dan pengelolaan aset migas.
“Maka dari itu, dibutuhkan langkah-langkah regulasi yang fundamental agar target produksi 1 juta barrel per hari 2028 tidak terhambat,” tegasnya.
Pertamina, lanjut Emma, akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk merespons volatilitas harga minyak global, termasuk mendorong reformasi kerangka regulasi di sektor hulu migas. Hal ini dinilai krusial guna menjaga keberlanjutan produksi dan mempercepat pencapaian target nasional.
Meski menghadapi tantangan harga, Pertamina tetap menjaga kinerja produksi migas nasional. Sepanjang 2024, produksi minyak dan gas bumi (migas) tetap solid di angka 1 juta barrel oil equivalent per day (boepd). Sementara itu, produksi BBM dari kilang dalam negeri mampu memenuhi 70% kebutuhan nasional, bahkan avtur dan diesel seluruhnya dipasok dari kilang domestik. (Ins/E-1)
Harli menuturkan bila penawaran dari swasta tersebut ditolak oleh Pertamina, maka hal itu dapat digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor.
MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan fakta miris bahwa sebagai negeri kaya minyak, Indonesia justru mengimpor minyak dari Singapura.
Copyright @ 2025 Media Group – mediaindonesia. All Rights Reserved