JAKARTA – Lonjakan jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga mencapai 194 juta jiwa menjadi gambaran nyata bahwa pemerintah belum serius mengentas kemiskinnan. Kebijakan yang diambil selama ini masih sporadis dan tak menyentuh akar masalah.
JAKARTA – Lonjakan jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga mencapai 194 juta jiwa menjadi gambaran nyata bahwa pemerintah belum serius mengentas kemiskinnan. Kebijakan yang diambil selama ini masih sporadis dan tak menyentuh akar masalah.
Guru Besar Tegap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rizal Edi Halim menilai masalah kemiskinan menjadi persoalan laten dan klasik. Bahkan, pemerintah belum punya strategi jitu menekan angka kemiskinan.
Guru Besar Tegap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rizal Edi Halim menilai masalah kemiskinan menjadi persoalan laten dan klasik. Bahkan, pemerintah belum punya strategi jitu menekan angka kemiskinan.
Ket. Pembangunan Ekonomi – Program Bansos Tak Selesaikan Akar Masalah Kemiskinan
Dia berpandangan berbagai program pengentasan kemiskinan selama ini tidak berjalan secara terintegrasi. Program tersebut terkadang sering berbenturan dengan sejumlah kebijakan lain, misalnya penguatan industri akan banyak berdampak pada penguatan kelompok high middle up (kelas menengah atas).
Dia berpandangan berbagai program pengentasan kemiskinan selama ini tidak berjalan secara terintegrasi. Program tersebut terkadang sering berbenturan dengan sejumlah kebijakan lain, misalnya penguatan industri akan banyak berdampak pada penguatan kelompok high middle up (kelas menengah atas).
“Nah, ketika kelompok high middle up ini meningkat maka tadi penguasaan sumber daya juga akan semakin meningkat oleh sekelompok kecil orang dan itu akan juga sulit memberi ruang bagi kita dipengentasan kemiskinan,” jelas Edi pada Koran Jakarta, Kamis (12/6).
“Nah, ketika kelompok high middle up ini meningkat maka tadi penguasaan sumber daya juga akan semakin meningkat oleh sekelompok kecil orang dan itu akan juga sulit memberi ruang bagi kita dipengentasan kemiskinan,” jelas Edi pada Koran Jakarta, Kamis (12/6).
Senada, Profesor Ekonomi Bisnis Unika Atma Jaya, Rosdiana Sijabat menuturkan upaya pengentasan kemiskinan selama ini tidak menyentuh akar masalah. Sebab, pendekatan yang ditempuh hanya bersifat temporer seperti pembagian bantuan sosial (bansos). Terbukti dari laporan bank dunia terbaru, angka kemiskinan RI kini menembus 194 juta jiwa.
Senada, Profesor Ekonomi Bisnis Unika Atma Jaya, Rosdiana Sijabat menuturkan upaya pengentasan kemiskinan selama ini tidak menyentuh akar masalah. Sebab, pendekatan yang ditempuh hanya bersifat temporer seperti pembagian bantuan sosial (bansos). Terbukti dari laporan bank dunia terbaru, angka kemiskinan RI kini menembus 194 juta jiwa.
Dia menegaskan bansos memang tidak akan melakukan perubahan secara struktural terhadap masalah kemiskinan di Indonesia. “Bansos itu memang penting, tetapi itu bukan melakukan perubahan secara struktural, secara komperehensif. Bansos itu hanya sekadar buffer atau jaring pengaman sosial, bukan mengubah keluarga yang tadinya miskin menjadi tidak miskin,” tandas Rosdiana.
Dia menegaskan bansos memang tidak akan melakukan perubahan secara struktural terhadap masalah kemiskinan di Indonesia. “Bansos itu memang penting, tetapi itu bukan melakukan perubahan secara struktural, secara komperehensif. Bansos itu hanya sekadar buffer atau jaring pengaman sosial, bukan mengubah keluarga yang tadinya miskin menjadi tidak miskin,” tandas Rosdiana.
Karena itu, dia berpandangan pemerintah perlu melakukan pendekatan struktural dari sekadar pembagian bansos.
Karena itu, dia berpandangan pemerintah perlu melakukan pendekatan struktural dari sekadar pembagian bansos.
“Kalau di pedesaan adalah sektor pertanian, informal maka kelompok yang bekerja di situ benar benar tersentuh kebijakan yang pro terhadap kehidupan mereka, misalkan benar benar subsidi pupuk sampai, benar benar kebijakan kebijakan itu mengarah kepada pekerjaan atau mata pencaharian utama sehari hari masyarakat di pedesaan,” terang Rosdiana.
“Kalau di pedesaan adalah sektor pertanian, informal maka kelompok yang bekerja di situ benar benar tersentuh kebijakan yang pro terhadap kehidupan mereka, misalkan benar benar subsidi pupuk sampai, benar benar kebijakan kebijakan itu mengarah kepada pekerjaan atau mata pencaharian utama sehari hari masyarakat di pedesaan,” terang Rosdiana.
Hal yang sama juga untuk perkotaan, lanjutnya, saat ini, kontribusi lapangan usaha ke produk domestik bruto (PDB), penyumbang terbesar itukan sudah beralih dari pertanian ke sektor manufaktur. “Artinya, kebijakan-kebijakan ekonomi itu harus benar benar menyentuh kelompok pekerja sektor manufaktur, kalau tidak salah 44 persen lapangan pekerjaan itu dari sektor manufaktur,” beber Rosdiana.
Hal yang sama juga untuk perkotaan, lanjutnya, saat ini, kontribusi lapangan usaha ke produk domestik bruto (PDB), penyumbang terbesar itukan sudah beralih dari pertanian ke sektor manufaktur. “Artinya, kebijakan-kebijakan ekonomi itu harus benar benar menyentuh kelompok pekerja sektor manufaktur, kalau tidak salah 44 persen lapangan pekerjaan itu dari sektor manufaktur,” beber Rosdiana.
Dia menegaskan kondisi struktural membuat masyarakat sulit keluar dari garis kemiskinan. Kondisi struktural itu meliputi masalah layanan kesehatan yang kurang memadai; akses pendidikan terhadap masyarakat yang miskin itu tidak memadai; serta infrastruktur publik yang tidak bisa diakses oleh kelompok masyarakat kecil.
Dia menegaskan kondisi struktural membuat masyarakat sulit keluar dari garis kemiskinan. Kondisi struktural itu meliputi masalah layanan kesehatan yang kurang memadai; akses pendidikan terhadap masyarakat yang miskin itu tidak memadai; serta infrastruktur publik yang tidak bisa diakses oleh kelompok masyarakat kecil.
Padahal, lanjit dia, semuanya itu membuat peluang ekonomi bisa mandiri dalam memperoleh pendapatan yang sustain tidak ada. “Jadi, sudah kalah bersaing sebelum bersaing dalam kompetisi ekonomi yang sebenarnya, karena resources mereka terbatas, sehingga ketika berkompetisi di pasar mereka akan kalah dengan pemilik atau orang yang sumber dayanya cukup, sehingga perlu intervensi di sana. Semuanya itu akan menjaga daya beli,” jelasnya.
Padahal, lanjit dia, semuanya itu membuat peluang ekonomi bisa mandiri dalam memperoleh pendapatan yang sustain tidak ada. “Jadi, sudah kalah bersaing sebelum bersaing dalam kompetisi ekonomi yang sebenarnya, karena resources mereka terbatas, sehingga ketika berkompetisi di pasar mereka akan kalah dengan pemilik atau orang yang sumber dayanya cukup, sehingga perlu intervensi di sana. Semuanya itu akan menjaga daya beli,” jelasnya.
Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M
Jumat, 13-Jun-2025 | Wahyu AP
Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M
Jumat, 13-Jun-2025 | Andreas Tanjung
Jumat, 13-Jun-2025 | Andreas Tanjung
Jumat, 13-Jun-2025 | Alfred
Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M
Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M
Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M
Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M
Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M
Jumat, 13-Jun-2025 | Alfred
PT. Berita Nusantara © Copyright 2017 – 2025 Koran Jakarta .
All rights reserved.