Revisi Garis Kemiskinan Harus Libatkan Dimensi Sosial, Bukan Sekadar Konsumsi

koran-jakarta78 Dilihat

JAKARTA – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) berharap metode perhitungan tingkat kemiskinan Indonesia direvisi. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan pihaknya telah mengevaluasi angka Garis Kemiskinan (GK) dan segera melaporkan ke Presiden Prabowo Subianto.

JAKARTA – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) berharap metode perhitungan tingkat kemiskinan Indonesia direvisi. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan pihaknya telah mengevaluasi angka Garis Kemiskinan (GK) dan segera melaporkan ke Presiden Prabowo Subianto.

“Sudah kami bicarakan sejak beberapa waktu lalu, bahwa kita harus merevisi angka ini. Bukan menandakan tidak baik, tapi memang angka ini perubahannya harus betul-betul dilihat lagi,” kata Luhut dalam agenda International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta, Kamis (12/6).

“Sudah kami bicarakan sejak beberapa waktu lalu, bahwa kita harus merevisi angka ini. Bukan menandakan tidak baik, tapi memang angka ini perubahannya harus betul-betul dilihat lagi,” kata Luhut dalam agenda International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta, Kamis (12/6).

Ket. Nelayan Kekurangan BBM Bersubsidi di Ternate – Sejumlah nelayan menunggu pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) di Kelurahan Dufa-Dufa Ternate, Maluku Utara, Kamis (12/6).

Luhut pun akan turun berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam evaluasi garis kemiskinan.

Luhut pun akan turun berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam evaluasi garis kemiskinan.

Menurut Luhut, Presiden Prabowo sendiri yang akan mengumumkan angka garis kemiskinan baru setelah dia menyetujui angkanya.

Menurut Luhut, Presiden Prabowo sendiri yang akan mengumumkan angka garis kemiskinan baru setelah dia menyetujui angkanya.

Sebelumnya Bank Dunia melalui laporan bertajuk “June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform” memperbarui metode perhitungan tingkat kemiskinan dengan menggunakan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) 2021 yang dipublikasikan oleh “International Comparison Program” (ICP) pada Mei 2024.

Sebelumnya Bank Dunia melalui laporan bertajuk “June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform” memperbarui metode perhitungan tingkat kemiskinan dengan menggunakan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) 2021 yang dipublikasikan oleh “International Comparison Program” (ICP) pada Mei 2024.

Sebelumnya, Bank Dunia menggunakan PPP 2017 pada laporan April 2025.

Sebelumnya, Bank Dunia menggunakan PPP 2017 pada laporan April 2025.

Dengan penerapan PPP 2021, standar garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas menjadi 8,30 dollar AS dari sebelumnya 6,85 dollar AS per kapita per hari.

Dengan penerapan PPP 2021, standar garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas menjadi 8,30 dollar AS dari sebelumnya 6,85 dollar AS per kapita per hari.

Perubahan standar konsumsi per hari itu menyebabkan persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 68,25 persen.

Perubahan standar konsumsi per hari itu menyebabkan persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 68,25 persen.

Pada periode laporan Bank Dunia sebelumnya, BPS telah memberikan penjelasan terkait perbedaan angka garis kemiskinan Indonesia versi Bank Dunia dan versi resmi pemerintah Indonesia.

Pada periode laporan Bank Dunia sebelumnya, BPS telah memberikan penjelasan terkait perbedaan angka garis kemiskinan Indonesia versi Bank Dunia dan versi resmi pemerintah Indonesia.

Menurut Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, penerapan PPP oleh Bank Dunia menyesuaikan daya beli antarnegara. Garis tersebut dihitung berdasarkan median garis kemiskinan 37 negara, bukan spesifik pada kebutuhan masyarakat Indonesia. Nilai dolar AS yang digunakan pun bukan kurs saat ini.

Menurut Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, penerapan PPP oleh Bank Dunia menyesuaikan daya beli antarnegara. Garis tersebut dihitung berdasarkan median garis kemiskinan 37 negara, bukan spesifik pada kebutuhan masyarakat Indonesia. Nilai dolar AS yang digunakan pun bukan kurs saat ini.

Di sisi lain, BPS menghitung garis kemiskinan dengan mempertimbangkan pengeluaran minimum penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan.

Di sisi lain, BPS menghitung garis kemiskinan dengan mempertimbangkan pengeluaran minimum penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memotret atau mengumpulkan data tentang pengeluaran serta pola konsumsi masyarakat.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memotret atau mengumpulkan data tentang pengeluaran serta pola konsumsi masyarakat.

Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar pun menyarankan BPS untuk memperbarui metode pengukuran tingkat kemiskinan. Sebab, pendekatan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) sudah tidak lagi relevan, seiring dengan perkembangan ekonomi-sosial kontemporer yang makin kompleks dan multidimensional.

Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar pun menyarankan BPS untuk memperbarui metode pengukuran tingkat kemiskinan. Sebab, pendekatan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) sudah tidak lagi relevan, seiring dengan perkembangan ekonomi-sosial kontemporer yang makin kompleks dan multidimensional.

Sementara pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai garis kemiskinan Indonesia terlalu rendah sehingga perlu penyesuaian secara gradual dengan pendekatan Bank Dunia.

Sementara pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai garis kemiskinan Indonesia terlalu rendah sehingga perlu penyesuaian secara gradual dengan pendekatan Bank Dunia.

Peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada, Sukamdi, menyambut baik rencana pemerintah untuk merevisi standar garis kemiskinan nasional. Dia menyarankan agar ukuran kemiskinan sebaiknya tidak lagi semata-mata didasarkan pada konsumsi makanan dan non-makanan, seperti yang selama ini digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada, Sukamdi, menyambut baik rencana pemerintah untuk merevisi standar garis kemiskinan nasional. Dia menyarankan agar ukuran kemiskinan sebaiknya tidak lagi semata-mata didasarkan pada konsumsi makanan dan non-makanan, seperti yang selama ini digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

“Kalau kita hanya ingin melihat kemiskinan dari sisi ekonomi, maka garis kemiskinan yang sekarang itu masih bisa dipakai, meski ada debat itu angka garis kemiskinan makanan dan non makannya terlalu rendah. Itu debatable. Tapi kalau kita ingin menangkap kemiskinan yang sesungguhnya, maka pendekatannya harus multidimensi,” kata Sukamdi.

“Kalau kita hanya ingin melihat kemiskinan dari sisi ekonomi, maka garis kemiskinan yang sekarang itu masih bisa dipakai, meski ada debat itu angka garis kemiskinan makanan dan non makannya terlalu rendah. Itu debatable. Tapi kalau kita ingin menangkap kemiskinan yang sesungguhnya, maka pendekatannya harus multidimensi,” kata Sukamdi.

Kemiskinan kata Sukamdi tidak hanya soal kekurangan pendapatan atau konsumsi, tetapi juga mencakup aspek sosial seperti keterbatasan akses pendidikan, layanan kesehatan, dan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

Kemiskinan kata Sukamdi tidak hanya soal kekurangan pendapatan atau konsumsi, tetapi juga mencakup aspek sosial seperti keterbatasan akses pendidikan, layanan kesehatan, dan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

“Orang bisa saja tidak miskin secara ekonomi, tapi mengalami kemiskinan sosial. Karena itu, indikator multidimensi jauh lebih menggambarkan realitas,” tegasnya.

“Orang bisa saja tidak miskin secara ekonomi, tapi mengalami kemiskinan sosial. Karena itu, indikator multidimensi jauh lebih menggambarkan realitas,” tegasnya.

Pendekatan multidimensi bukanlah hal baru. BPS sendiri pernah merilis angka kemiskinan multidimensi, dan sebelumnya inisiatif semacam ini juga pernah dilakukan oleh Trikarsa. Selain itu, lembaga internasional seperti Bank Dunia juga menggunakan standar berbeda seperti Purchasing Power Parity (PPP) yang menghasilkan angka kemiskinan jauh lebih tinggi dibanding angka nasional.

Pendekatan multidimensi bukanlah hal baru. BPS sendiri pernah merilis angka kemiskinan multidimensi, dan sebelumnya inisiatif semacam ini juga pernah dilakukan oleh Trikarsa. Selain itu, lembaga internasional seperti Bank Dunia juga menggunakan standar berbeda seperti Purchasing Power Parity (PPP) yang menghasilkan angka kemiskinan jauh lebih tinggi dibanding angka nasional.

“Pertanyaannya, kita mau pakai standar yang mana? Itu harus disesuaikan dengan arah kebijakan kita. Kalau tujuannya adalah keadilan sosial, maka indikatornya juga harus lebih komprehensif,” tambah Sukamdi.

“Pertanyaannya, kita mau pakai standar yang mana? Itu harus disesuaikan dengan arah kebijakan kita. Kalau tujuannya adalah keadilan sosial, maka indikatornya juga harus lebih komprehensif,” tambah Sukamdi.

Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M

Jumat, 13-Jun-2025 | Wahyu AP

Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M

Jumat, 13-Jun-2025 | Andreas Tanjung

Jumat, 13-Jun-2025 | Andreas Tanjung

Jumat, 13-Jun-2025 | Alfred

Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M

Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M

Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M

Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M

Jumat, 13-Jun-2025 | Fajar Alim M

Jumat, 13-Jun-2025 | Alfred

PT. Berita Nusantara © Copyright 2017 – 2025 Koran Jakarta .
All rights reserved.