Cegah Pengunjung Ilegal, Pengawasan Masuk Bromo Dilipatgandakan

Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) meningkatkan pengawasan di jalur masuk Bromo. :Langkah itu dilakukan untuk mencegah pengunjung ilegal.

"Karena Bromo ini lokasinya landskap terbuka, terdapat beberapa jalur menuju kawasan yang bisa ditembus melalui jalur desa," ujar Pranata Humas Balai Besar TNBTS Endrip Wahyutama kepada wartawan, Sabtu (14/6/2025).

Dengan lokasi geografis yang cukup terbuka itu, lanjut Endrip, potensi pengunjung masuk tanpa membeli tiket bisa terjadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Endrip menerangkan petugas pengawas dari Balai Besar TNBTS setiap hari akan berkeliling menyusuri kawasan Lautan Pasir atau Pusung Gedhe dan Lembah Watangan.

"Mereka akan bertanya ke pengunjung terkait status pendaftaran, apakah memang masuk melalui jalur resmi (membeli tiket) dengan membeli tiket atau jalur tidak resmi," kata dia.

Pengetatan pengawasan juga bagian dari langkah menindaklanjuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Berdasarkan catatan Balai Besar TNBTS, sepanjang 2024 jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp21,15 miliar.

Nilai PNBP itu berasal dari total jumlah kunjungan wisatawan yang sebanyak 485.696 wisatawan, terdiri dari 465.770 wisatawan nusantara dan 19.926 wisatawan mancanegara. Apabila nanti ditemukan adanya wisatawan ilegal maka langsung ditindak tegas seusai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengunjung yang tidak bisa menunjukkan bukti tiket akses akan dikenakan sanksi denda sebesar 5 kali dari harga tiket pada hari kunjungan.

Untuk harga tiket kunjungan Gunung Bromo bagi wisatawan nusantara dipatok sebesar Rp54 ribu pada hari kerja dan Rp79 ribu saat momen liburan.

Sedangkan, harga tiket bagi wisatawan mancanegara, baik pada hari kerja maupun hari libur sebesar Rp255 ribu.

"Untuk pemesanan tiket bisa melalui laman bromotenggersemeru.id," kata dia.

Artikel ini sudah lebih dulu tayang di detikjatim.

Kala Polantas Bogor Culik Pedagang Rujak Bebek untuk Megawati

Saat menjadi Presiden RI (2001-2004) Megawati Sukarnoputri punya makanan kesukaan yang biasa diminta setiap kali berkunjung ke Bogor, yakni cendol Elizabeth dan rujak bebek (tumbuk). Untuk cendol petugas tak kesulitan karena lokasi penjualnya menetap tak jauh dari istana, namun penjual rujak bebek tak dapat dipastikan karena biasa berkeliling ke kampung-kampung.

Kesulitan itulah yang pernah dihadapi Endang Sumitra ketika pada suatu siang di hari Sabtu atau Minggu, Megawati tiba-tiba meminta dihidangkan rujak tersebut. Di hadapan sang Presiden ia mengaku langsung mengungkapkan kesiapan untuk memenuhinya.

"Begitu ke luar ruangan, baru saya kelimpungan bagaimana mendapatkannya," kenang Endang yang pernah menjadi staf protokol Istana Bogor sejak 1982 – 2018.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengungkapkan hal itu di hadapan sekitar 30 orang peserta napak tilas dalam rangka ulang tahun Bogor ke-543, Sabtu (7/6/2025). Di antara peserta terlihat Direktur Utama Panin Dubai Syariah Bratha Widjaja, Manajer Public Relations Goodyear Dinda Puspita M. Harianto, Manajer Marketing Ali Bagasi, Harianto, mantan Manajer CSR Pertamina Ifky Sukarya, serta Ivan Maulana, mahasiswa jurusan Manajemen Industri IPB, dan seorang mahasiwa Fakultas Peternakan Unviersitas Brawijaya, Malang.

Singkat cerita, Endang kemudian menghubungi Kasatlantas Polres Bogor. Ia meminta bantuan agar segenap polantas di lapangan yang melihat penjual rujak bebek agar segera membawanya ke Batutulis. Tak sampai 10 menit, kata dia, Kasatlantas mengabarkan ada polantas siap mengantar seorang penjual rujak yang tengah mangkal di Pasar Ciawi.

"Saya mendengar cerita dari petugas, sepanjang perjalanan si penjual rujak itu menangis ketakutan. Mungkin dia merasa sedang diculik," kata Endang disambut tawa hadirin.

Ketika si pedagang rujak tiba di Batutulis dia segera meminta disiapkan air panas mendidih untuk mensterilkan peralatan si tukang rujak. Ia juga menyiapkan lap khusus untuk mengganti potongan sandal jepit yang biasa digunakan tukang rujak bebek untuk melapisi alat tumbuk agar bumbu tidak muncrat.

"Kebayang kan kalau Ibu Presiden sampai melihat ada potongan sandal jepit di perkakas untuk membuat rujak kesukaannya," kata Endang yang kembali disambut gelak tawa hadirin.

Sebelum membuat hidangan utama untuk Megawati, ia meminta dibuatkan dua porsi rujak untuk diperiksa Tim Kesehatan Paspampres. Namun suara tumbukan khas bertalu-talu si tukang rujak rupanya mengusik Megawati. Sang Presiden pun keluar ruangan dan menghampiri Endang yang tengah memandori proses pembuatan rujak. "Ndang, rujak buat saya dibikin pedas ya," titahnya kemudian.

Alih-alih khususk mengerjakan tugasnya, begitu mendengar suara Megawati si tukang rujak malah melongo. "Pak, itu Ibu Megawati? Itu Ibu Presiden, kan…," ujarnya berkali-kali seolah meyakinkan diri.

Dari situlah kemungkinan si tukang rujak itu kemudian mafhum kenapa dirinya tiba-tiba 'diculik' petugas dari Pasar Ciawi.Endang Sumitra adalah generasi keempat di lingkungan keluarganya yang bekerja di Istana. Ayah, kakek, bahkan buyutnya bekerja di Istana pada era Gubernur Jenderal Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer yang berkuasa di Bogor pada 1936-1942.

"Kalau Bapak saya pernah jadi sopir pribadi Ibu Fatmawati, ibundanya Presiden Megawati," kata Endang yang lahir pada April 1960.

Hal itu berlangsung sejak Fatmawati keluar dari Istana sebagai bentuk protes atas keputusan Presiden Sukarno yang menikahi Hartini pada Juli 1953. Fatmawati tinggal di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan. Sementara pamannya, Endi, bekerja di kediaman Ibu Hartini. Ketika Bung Karno menetap di rumah peristirahatan 'Hing Puri Bima Sakti' di Batutulis pada 1967, sang paman yang ditugaskan untuk menemani.

"Paman saya bersama tiga temannya (Lukman, Dayat, dan Kanta) yang ditugaskan oleh Ibu Hartini untuk mengurus keseharian Bung Karno di Batutulis," tutur Endang.

Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Al-Irsyad, Abdullah Abubakar Batarfie menyebut sosok Endang bukan sekadar saksi sejarah.

"Ia adalah penjaga ingatan-penutur kisah-kisah yang jarang tersentuh media. Tentang ruang-ruang sunyi di Istana, momen-momen haru bersama presiden," kata Abdullah.

Tidak Ada Lagi Postingan yang Tersedia.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.