Semua Kabar

Raudhah: Pelukan Langit di Antara Dua Dunia, Ketika Hati Bersujud dan Semesta Terdiam

Ketika kaki menapak di atas karpet hijau itu, dunia seakan berhenti. Tidak ada lagi suara riuh, tidak ada lagi beban duniawi. Hanya ada detak jantung yang berubah jadi dzikir, dan air mata yang luruh dalam diam membasahi lantai surga yang dirindukan.

Dan saat dahi menyentuh bumi, itulah titik terendah manusia namun paling tinggi nilainya di hadapan Allah. Neurosains membuktikan, dalam posisi sujud, korteks prefrontal otak yang berperan dalam logika dan ego menyentuh bumi, menandakan kepasrahan total. Aktivitas ini memicu pelepasan neurotransmitter seperti serotonin dan endorfin, hormon kebahagiaan yang membawa ketenangan luar biasa.

Dalam kesunyian Raudhah, otak memasuki gelombang alpha dan theta, gelombang yang muncul saat seseorang sedang dalam kondisi relaksasi mendalam dan meditasi spiritual. Ini bukan sekadar ibadah, ini adalah penyembuhan. Sujud dalam Raudhah merangsang keseimbangan sistem saraf otonom, mengurangi stres, menurunkan tekanan darah, dan memperkuat koneksi hati dan otak.

Di taman surga ini, bukan hanya tubuh yang sujud, tetapi seluruh luka batin ikut rebah. Air mata bukanlah tanda kelemahan, tetapi bahasa paling jujur antara hamba dan Tuhannya. Di Raudhah, air mata adalah obat jiwa. Dalam diam, saraf-saraf pun bertasbih. Dan seluruh tubuh menyatu dalam kehambaan yang paling dalam.

Raudhah adalah titik temu antara dua dunia: dunia fana yang lelah, dan akhirat yang penuh cahaya.

Di sinilah, cinta kepada baginda Rasullullah menjadi nyata. Di sinilah, rindu menemukan rumahnya. Dan di sinilah, semesta pun ikut menunduk, menyaksikan satu hati bersujud, dalam pelukan langit, untuk selamanya.

Catatan redaksi:Penulis merupakan anggota Amirull Hajj 2025 sekaligus Kepala BPOM RI.Video: Penampilan Kepala BPOM Taruna Ikrar Beri Kuliah di HarvardVideo: Penampilan Kepala BPOM Taruna Ikrar Beri Kuliah di Harvard(up/up)neurosainsraudahraudhahotaksarafbpomtaruna ikrar

RUPST Siloam Siapkan Proyek Robotik-AI untuk Operasi dan Rekam Medis di 2025

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) tahun buku 2024 PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) meluncurkan peta jalan strategis lima tahunan baru, yakni Next Generation Siloam (NGS).

Demi mendukung visi ini, Siloam berencana akan membuka empat rumah sakit baru pada tahun 2025, serta tambahan empat lagi di tahun 2026. Selain itu, Siloam juga membeberkan terkait proyek robotik hingga Artificial Intelligence (AI).

CEO Siloam Hospitals Group Caroline Riady menegaskan transformasi layanan kesehatan dengan bantuan robotik dan AI ini akan meningkatkan kepuasaan para pasien.

Saat ini, Siloam Hospital telah memiliki satu teknologi bedah robotik yakni Da Vinci XI yang beroperasi di Siloam Hospitals Kebon Jeruk. Teknologi ini dapat membantu operasi perut, pencernaan, ginjal, saluran kemih, rahim, hingga organ wanita dengan inovasi bedah minim sayatan.

"Berikutnya yang akan kami hadirkan adalah robot untuk brain (otak), kalau (tindakan bedah) dengan robot pasti hasilnya akan lebih baik lagi. Lalu, robot untuk knee, untuk mengganti tempurung lutut di Mampang dan Kebon Jeruk," kata Caroline saat sesi public expose RUPST, di Kabupaten Tangerang, Rabu (11/6/2025).

Selain menghadirkan teknologi robotik, Caroline melanjutkan bahwa Siloam Hospitals juga akan memperkenalkan kecerdasan buatan sebagai teknologi yang akan membantu dokter dan perawat mencatat rekam medis pasien.

"Rumah sakit layanan kesehatan adalah satu bidang yang akan sangat diuntungkan oleh aktivasi AI. Dalam hal ini Siloam akan sangat agresif dalam kami menerapkan AI," kata Caroline.

"Ini adalah tools (alat) agar dokter lebih produktif, efisien, lebih cepat, lebih tepat dalam mendiagnosis dan menganalisis," lanjutnya.

Terkait laporan keuangan, Siloam mencatatkan hasil yang stabil. Perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp 12,2 triliun, EBITDA dasar sebesar Rp 2,76 triliun dan laba bersih Rp 950 miliar.

Terkait dividen, diputuskan bahwa seluruh laba bersih di tahun 2024 dicatat sebagai laba ditahan perseroan. Ini berarti tidak ada pembagian dividen kepada para pemegang saham untuk tahun buku ini.

Kentut di Depan Pasangan Menandakan Hubungan yang Sehat? Pakar Bilang Begini

Namun, ada juga yang menganggap hal ini sebagai sebuah kedekatan dan kenyamanan dengan pasangan. Lantas, apakah kentut di depan pasangan baik untuk sebuah hubungan?

Kentut terjadi saat tubuh mengeluarkan gas dari sisi pencernaan yang wajar terjadi. Usus menghasilkan gas yang harus dikeluarkan secara berkala.. Dikutip dari Medical News Today, sesekali menahan kentut tidak masalah, tapi jika jadi kebiasaan bisa menyebabkan rasa sakit, kembung, hingga sembelit. Sehingga, terbukti bahwa menahan kentut tidak baik untuk kesehatan.

Sebuah survei yang dilakukan oleh MIC, menemukan bahwa 29 persen responden butuh waktu 2-6 bulan untuk bisa kentut ketika bersama pasangan. Waktu tersebut kurang lebih seperti yang dibutuhkan untuk menuturkan, "Aku cinta kamu".

Studi yang sama menunjukkan bahwa pasangan yang cukup nyaman untuk kentut di depan satu sama lain kemungkinan memiliki ikatan yang lebih kuat dan kesehatan emosional yang lebih baik. Dikutip dari New York Post, hal ini menunjukkan adanya rasa nyaman bersama pasangan.

"Kentut satu sama lain adalah rasa nyaman yang tidak disadari," kata pakar hubungan Michael Sartain kepada Scary Mommy.

"Ini menandakan bahwa Anda berada dalam hubungan yang nyaman dan tidak merasa perlu untuk membatasi diri," lanjutnya.

Dia menerangkan, saat pasangan bercanda tentang hal-hal kecil semacam kentut, itu pertanda bahwa mereka merasa aman untuk bersikap apa adanya antara satu sama lain.

"Anda tidak menahan diri atau berpura-pura. Kejujuran seperti itu jarang ada, dan itu adalah dasar yang bagus untuk hubungan yang sehat," tambah Sartain.

Menurut Sartain, kekhawatiran ini seringkali muncul dari tekanan masyarakat, khususnya kepada wanita. Jika kentut bisa merusak hubungan, maka mungkin ada masalah lain yang lebih besar. Sebab, apabila pasangan suami istri, misalnya, menghabiskan banyak waktu bersama, kentut di depan satu sama lain bukanlah suatu masalah.

"Jika Anda menghabiskan waktu bersama, tidur di ranjang yang sama, dan berhubungan intim secara rutin, maka kentut seharusnya tidak menjadi masalah. Jika memang demikian, masalahnya mungkin lebih pada kurangnya ketertarikan," katanya.

Menurut Sartain, sesuatu yang menghilangkan romansa antar pasangan adalah ketidakmampuan untuk bersantai dan menikmati waktu bersama.

Meski demikian, jika seseorang merasa tidak nyaman dengan kentut di depan pasangan juga tidak apa-apa. Hal tersebut bukan berarti hubungan dengan pasangan kurang intim.

"Keintiman hadir dalam berbagai bentuk, lelucon bersama, percakapan mendalam, berpelukan, atau sekedar bersikap terbuka dengan pasangan. Kentut bukan satu-satunya penanda kedekatan," katanya.Video: Saran Dokter Setelah Berhubungan Suami Istri di Bulan RamadanVideo: Saran Dokter Setelah Berhubungan Suami Istri di Bulan Ramadan(elk/tgm)pasangankesehatan emosionalhubungankentut

Bisa Bikin Usus Rusak, 5 Minuman Ini Sebaiknya Dikurangi

Mengonsumsi minuman yang tidak tepat bisa berpotensi merusak usus. Minuman ini seringkali mengandung gula, pemanis buatan, atau bahan lainnya yang bisa mengganggu pencernaan. Sehingga, asupannya perlu dikurangi.

Ada sejumlah minuman yang bisa merusak usus jika dikonsumsi secara berlebihan. Dikutip dari Eat This Not That, berikut di antaranya:

Teh manis menjadi minuman yang biasa dikonsumsi banyak orang. Namun, asupan ini ternyata tidak baik bagi kesehatan usus.

Menurut pakar nutrisi dan penulis buku Wall Street Journal The Family Immunity Cookbook, Toby Amidor, MS, RD, CDN, FAND, beberapa minuman terburuk bagi kesehatan usus adalah yang mengandung gula tambahan, seperti es teh manis.

Dia merujuk pada sebuah studi pada tahun 2020 yang menunjukkan bahwa pola makan yang tinggi gula bisa memicu peradangan dan mengubah keseimbangan antara mikrobioma usus baik dan buruk. Hal tersebut bisa mengakibatkan konsekuensi kesehatan.

Minuman energi biasanya dikonsumsi untuk menghilangkan rasa lelah. Tapi, menurut pendiri Nutrition Starring You, Lauren Harris-Pincus, MS, RDN, minuman berenergi dengan kafein tinggi bisa menyebabkan gastritis, peradangan, peningkatan motilitas usus, dan diare.

Terlalu banyak kafein dapat menyebabkan lambung mengeluarkan lebih banyak asam yang memperburuk gejala refluks. Kondisi ini juga bisa menyebabkan kegelisahan dan meningkatkan kecemasan.

Kopi dapat memberi manfaat kesehatan dan bisa dimasukkan ke dalam pola makan yang berkualitas dan seimbang. Namun, kandungan kafein dalam kopi juga bisa mempercepat proses pencernaan.

Efek stimulan ini bisa memicu tinja encer atau diare yang pada akhirnya menyebabkan dehidrasi. Kafein juga bersifat diuretik ringan, yang bisa memicu rasa ingin buang air kecil terus menerus. Lebih jauh, kafein meningkatkan kecemasan, stres, mempersulit tidur nyenyak, dan memperburuk gejala orang yang menderita sindrom iritasi usus besar atau penyakit radang usus.

Konsumsi gula olahan seperti dalam minuman bersoda bisa menyebabkan gangguan gastrointestinal pada pengidap sindrom iritasi usus besar (IBS) dan penyakit radang usus (IBD). Hal tersebut terjadi akibat kandungan gula yang mungkin tidak terserap dengan baik ke dalam organ usus.

Minuman jus dengan gula juga perlu dibatasi. Sebab, minuman yang sebagian besar terbuat dari gula tambahan tanpa nilai gizi bisa mengubah keseimbangan mikrobioma usus, sehingga menguntungkan bakteri jahat.

Jadi, disarankan untuk memilih jus buah atau sayuran 100 persen. Sebab, jus tersebut menyediakan vitamin, mineral, dan fitonutrien, serta termasuk dalam asupan buah dan sayuran harian yang direkomendasikan.

Video: Konsumsi Yogurt Dapat Turunkan Risiko Kanker UsusVideo: Konsumsi Yogurt Dapat Turunkan Risiko Kanker Usus(elk/tgm)pencernaankesehatan ususasupanminuman berbahaya

Merasa Lapar saat Bangun Tidur? Bisa Jadi Cuma Haus

Bangun tidur dalam keadaan lapar merupakan hal yang umum. Hal ini mungkin disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah masalah nutrisi.

Lantas, apa saja faktor yang membuat tubuh terasa lapar saat bangun tidur?

Dikutip dari lamanEating Well, berikut enam hal yang mungkin menjadi faktor pemicu rasa lapar di tengah malam hingga bangun tidur.

Saat melakukan latihan tertentu secara bertahap selama beberapa waktu, tubuh beradaptasi dan menjadi lebih efisien dalam menyelesaikan latihan tersebut. Pada akhirnya, kondisi itu membakar lebih sedikit kalori.

Jadi, jika memutuskan untuk mengubah jenis latihan yang lebih lama dan intens, mungkin akan ada peningkatan sementara dalam pembakaran kalori dan tidak menambah asupan makanan selama masa transisi. Menurut ahli diet, Suzanne Dixon, RD, hal ini dapat menyebabkan defisit energi yang menyebabkan seseorang bangun dengan rasa lapar.

"Tidak mungkin perubahan defisit energi lebih dari beberapa ratus kalori. Karena alasan ini, Anda mungkin dapat memperbaiki masalah tersebut dengan melanjutkan camilan seimbang 200 hingga 300 kalori di malam hari, sekitar satu hingga dua jam sebelum tidur," jelasnya.

Dixon mengungkapkan beberapa orang lebih sensitif terhadap karbohidrat dalam dosis besar. Hal ini yang dapat menyebabkan gula darah rendah setelah makan besar.

"Tubuh mereka dapat 'melampaui' produksi insulin sebagai respons terhadap makanan kaya karbohidrat, terutama jika karbohidratnya sederhana," sambung Dixon.

Hasilnya, glukosa darah dapat turun terlalu rendah sekitar satu jam setelah makan. Ini dapat menjadi alasan mengapa seseorang bangun dengan sangat lapar.

Kurang tidur dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar hormon, yang membuat seseorang merasa lapar bahkan saat tubuh tidak membutuhkan makanan. Hormon lapar ghrelin dan leptin masing-masing merangsang serta menekan nafsu makan.

Ketika seseorang kurang tidur, kadar ghrelin meningkat dan kadar leptin menurun. Kondisi ini yang menyebabkan rasa lapar meningkat dan lebih banyak ngemil di siang maupun malam hari.

Saat ini, dengan jadwal yang padat dan sibuk, seseorang kerap melewatkan makan. Jika defisit kalori menjadi terlalu besar, hal ini dapat mengganggu tidur.

"Isyarat lapar mungkin cukup kuat untuk membangunkan seseorang karena tubuh dan otak memprioritaskan makan daripada tidur," terang Dixon.

Untuk menghentikan kebiasaan ini, pastikan makanan dan camilan yang dikonsumsi mengandung campuran protein rendah lemak, serat, dan lemak yang menyehatkan jantung.

Makan dengan cara ini akan menjaga kadar gula darah dan energi tetap stabil, serta membantu menahan rasa lapar dan tidur lebih nyenyak.

Bagi orang dengan pra diabetes atau diabetes, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap energi (dalam bentuk glukosa) dengan baik. Dixon menerangkan kondisi ini terjadi karena tubuh tidak merespons insulin, hormon yang mengatur jumlah glukosa dalam darah, sebagaimana mestinya.

"Ini berarti bahwa meskipun Anda makan, tubuh Anda tetap merasakan bahwa Anda 'lapar' karena sel-sel Anda tidak mendapatkan bahan bakar apapun, dan isyarat lapar ini dapat membangunkan Anda," tutur Dixon.

"Jika Anda tidak sedang berdiet, belum banyak mengubah kebiasaan makan atau gaya hidup, dan Anda tiba-tiba terbangun dalam keadaan lapar sepanjang waktu," lanjutnya.

Setiap sel dalam tubuh membutuhkan H2O untuk berfungsi secara optimal. Tidak heran saat tubuh hampir kehabisan cairan, tubuh akan membunyikan alarm meski di tengah malam.

Membedakan rasa lapar dan haus terkadang bisa membingungkan, jadi disarankan untuk menyiapkan segelas air di samping tempat tidur. Cobalah meminumnya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kondisi yang dirasakan benar-benar rasa lapar.

Mumi Ini Jadi Bukti Penyakit Jantung Sudah Ada Sejak 4.000 Tahun Lalu!

Sebuah studi menemukan mumi-mumi berusia 4.000 tahun memiliki penumpukan kolesterol di arteri mereka. Ini berarti, penyakit jantung diperkirakan sudah ada sejak zaman kuno.

Dikutip dari Live Science, para peneliti telah menganalisis arteri lima mumi kuno dari Amerika Selatan dan Mesir kuno. Hasilnya, peneliti mendeteksi tahap awal aterosklerosis, ketika plak terkumpul di dinding arteri dan membatasi aliran darah.

Penulis utama studi tersebut, Mohammad Madjid menuturkan dirinya telah mengamati pola penyakit jantung selama lebih dari 20 tahun.

"Seiring berjalannya waktu, pertanyaan yang muncul di benak saya adalah, apakah ini penyakit masa kini, atau apakah ini suatu proses yang melekat pada manusia, terlepas dari kehidupan modern?" kata Madjid.

Madjid dan rekan-rekannya mengumpulkan sampel arteri dari lima mumi yang berasal dari tahun 2000 SM hingga 1000 M. Mumi tersebut merupakan tiga pria dan dua wanita yang meninggal di usia antara 18 hingga 60 tahun.

Para ilmuwan memindai bagian-bagian kecil arteri, yang panjangnya hanya beberapa sentimeter. Analisis mereka mengungkap lesi dari kolesterol yang terkumpul, prekursor penumpukan plak yang menyumbat arteri dan menyebabkan serangan jantung.

Ini adalah bukti pertama adanya lesi tahap awal pada mumi dari berbagai belahan dunia.

Penelitian sebelumnya juga menemukan plak arteri stadium lanjut pada mumi dari Greenland yang berasal dari 500 tahun lalu, dan pada mumi Mesir yang berasal dari lebih dari 3.000 tahun lalu.

NEXT: Hasil CT Scan Mumi yang Kena Sakit Jantung

Pemeriksaan CT scan pada pemburu 'zaman es' yang dimumikan, Otzi, mengungkapkan pada tahun 2018 bahwa ia kemungkinan besar terkena serangan jantung, dengan tiga bagian plak yang mengeras di dekat jantungnya.

"Endapan kolesterol pada dinding arteri pada dasarnya adalah mekanisme penyembuhan luka tubuh yang salah. Ini merupakan respons terhadap berbagai trauma (seperti) infeksi, kolesterol tinggi, paparan asap, dan masalah lain yang dapat merusak lapisan dalam arteri, yang disebut endotelium," kata Madjid.

Respons peradangan tubuh merupakan bagian normal dari penyembuhan luka, tetapi dinding arteri yang rusak rentan terhadap penumpukan sel darah putih, yang dapat menyebabkan penumpukan kolesterol.

"Penumpukan ini pertama kali muncul sebagai garis-garis dan lesi, dan kemudian dapat menebal cukup untuk menghalangi aliran darah arteri," kata Madjid.

Proses terjadinya peradangan tersebut ternyata juga ditemukan pada nenek moyang manusia. Menurut Madjid, ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Hidup Lebih dari 1 Abad, Nenek Ini Ungkap Rahasia Umur Panjangnya

Tak banyak orang yang bisa mencapai usia lebih dari satu abad dengan tubuh yang masih sehat. Namun, seorang nenek berusia 105 tahun ini mendapatkan anugerah itu.

Wanita tersebut bernama Daisy Taylor dan berasal dari Stratford, London Timur. Ternyata, ini rahasia panjang umurnya.

Olahraga seperti yoga menjadi rahasia panjang umur bagi nenek berusia 105 tahun. Dia juga menghargai kehidupan yang dimilikinya.

Daisy mengungkapkan, di antara rahasia umur panjangnya adalah melakukan aktivitas yoga dan peregangan setiap hari. Dikutip dari BBC, dulu dirinya melakukan yoga di lantai, namun kini lebih sering melakukannya di kursi.

"Saya bisa melakukannya (yoga) di lantai, tetapi saya butuh seseorang untuk mengawasi saya jika saya butuh bantuan untuk berdiri," katanya.

Wanita ini merasa yoga meningkatkan kualitas pikirannya. Dia menjadi lebih cerdas di usianya yang lebih tua.

Dia bertekad untuk terus bergerak, sebab hal itu memungkinkannya menikmati hidupnya. Baginya, pose berdiri setengah bulan dalam yoga memberi peregangan yang baik. Kepada teman-teman dan keluarganya, dia pun menyarankan untuk berolahraga.

"Saya akan meminta orang-orang untuk menegakkan tubuh, menggerakkan bahu ke segala arah, tapi lakukan dengan santai pada awalnya," kata Daisy.

Tak hanya Daisy, saudara perempuannya, Alice berusia 103 tahun. Sementara lima saudaranya yang lain hidup hingga usia 90 tahunan. Menurutnya, selain yoga dan peregangan, rahasia hidup panjangnya adalah menghargai hal-hal kecil.

"Rahasia saya adalah ketika Anda terus bangun setiap hari, bersenang-senanglah," ungkapnya.

Dia begitu menghargai kehidupan yang dia miliki. Baginya kehidupan yang dia jalani menyenangkan.

Daisy lahir pada bulan November 1919 di Leytonstone, London Timur, dan meninggalkan sekolah pada usia 14 tahun. Ketika memasuki dunia kerja, dia bekerja di bidang permesinan, di pabrik sabun, dan mengelola toko roti, dan beberapa kafe.

Saat menginjak usia 19 tahun, dia bertemu mendiang suaminya di sebuah acara sosial. Dia dan suaminya memiliki tiga anak, 10 cucu, dan 25 cicit.

"Saya benar-benar menikmati hidup saya karena saat ini kehidupan saya menyenangkan," tambahnya.Video Gaya Hidup Sehat Amel Carla: Seimbangkan Ngemil dan Jadwal OlahragaVideo Gaya Hidup Sehat Amel Carla: Seimbangkan Ngemil dan Jadwal Olahraga(elk/tgm)rahasia kesehatanumur panjangnenek 105 tahunhidup sehat

Bikin Merinding! Dokter Temukan Kecoa hingga Laba-laba di Tubuh Manusia

Jakarta- Dokter menemukan hewan mengerikan seperti kecoa dan laba-laba di dalam tubuh pasien. Kejadian langka ini tentunya bikin merinding!

Seorang wanita di Taiwan terkejut saat mendapati telinganya menjadi sarang laba-laba. Dokter bahkan sudah menemukan kerangka laba-laba yang sudah berganti kulit di telinganya. Wanita berusia 64 tahun itu awalnya mengunjungi dokter THT di setelah menghabiskan empat hari mendengar suara-suara aneh di telinga kirinya. Kasus ini diterbitkan di The New England Journal of Medicine. (Foto: The New England Journal of Medicine).

Selama kolonoskopi skirining, seekor kecoa ditemukan di usus seorang wanita berusia 51 tahun dengan riwayat skizofrenia. Dokter menduga konsumsi kecoa yang tidak disengaja saat pasien mengonsumsi gelatin hijau sesaat sebelum prosedur. Kasus ini diterbitkan di Gastrointestinal Endoscopy (GIE) pada 2011. (Foto: Gastrointestinal Endoscopy (GIE))

Dokter menemukan ngengat di antara lipatan kolon transversal atau usus pria berusia 55 tahun. Serangga tersebut memiliki panjang kraniokaudal sekitar 6 mm dan lebar sayap 12, serta diidentifikasi sebagai ngengat yang termasuk dalam ordo Lepidoptera. Kasus ini dipublikasikan di ACG Case Reports Journal pada 2014. (Foto: ACG Case Reports Journal).

Seekor kepik ditemukan di kolon transversal atau usus pria berusia 59 tahun tanpa penyakit penyerta. Penelanan serangga jarang dilaporkan tetapi dapat terjadi bahkan saat tidur. Kasus ini dipublikasikan di ACG Case Reports Journal pada 2019. (Foto: ACG Case Reports Journal).

Terdapat seekor lebah madu di usus pria berusia 78 tahun. Pasien diketahui memiliki riwayat medis status kanker esofagus dan riwayat keluarga kanker usus besar pada saudara perempuannya. Kasus ini dipublikasikan di ACG Case Reports Journal pada 2024. (Foto: ACG Case Reports Journal).

Eks Petinggi WHO Beberkan Fakta soal Varian COVID ‘Nimbus’, Benarkah Lebih Menular?

Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengungkapkan sejumlah fakta terkait varian baru COVID-19 NB.1.8.1 atau dikenal sebagai varian Nimbus, yang kini tengah menjadi perhatian global.

"Pertama, Laporan Disease Outbreak News WHO terbaru menyebutkan bahwa mulai pertengahan April 2025 maka sirkulasi varian LP.8.1 mulai berkurang dan varian baru NB.1.8.1 mulai meningkat, dan kini mendapat perhatian penting dunia dan diberi nama varian Nimbus,' ucapnya saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6/2025).

Ia menuturkan, WHO telah menetapkan varian tersebut sebagai Variant Under Monitoring (VUM). Dalam sistem klasifikasi WHO, VUM adalah salah satu dari tiga kategori utama varian virus, di bawah Variants of Interest (VOI) dan Variants of Concern (VOC).

"Varian yang masuk kategori VUM berpotensi berubah status tergantung pada perkembangan data ilmiah ke depan," ujarnya.

Secara genomik, lanjut Prof Tjandra, varian Nimbus terkait dengan varian XDV.1.5.1 dan JN.1. Bila dibandingkan dengan varian LP.8.1 yang sebelumnya dominan, Nimbus memiliki beberapa mutasi penting pada protein spike, termasuk di posisi T22N, F59S, G184S, A435S, V445H, dan T478I.

Selain itu, mutasi spike di posisi 445 meningkatkan keterikatan virus dengan reseptor hACE2, yang diduga membuat varian ini lebih mudah menular, kemungkinan menjadi penyebab lonjakan kasus COVID-19 di beberapa negara saat ini.

Prof Tjandra yang juga Direktur Pascasarjana Universitas YARSI menuturkan mutasi lain di posisi 435 dan 478 menunjukkan penurunan efektivitas antibodi dalam menetralkan virus, sehingga memperkuat kemampuan imun dari varian ini.

"Hingga 18 Mei 2025 sebanyak 518 sekuens NB.1.8.1 telah dilaporkan ke GISAID dari 22 negara. Proporsi varian ini meningkat dari 2,5 persen pada awal April menjadi 10,7 persen secara global pada pekan epidemiologi ke-17 21-27 April 2025," ujarnya.

Adapun lonjakan ini terdeteksi di Asia, Eropa, dan Amerika. Karenanya, ia mendorong Indonesia untuk memperkuat surveilans genomik, termasuk melalui kebijakan tes COVID-19 pada semua pasien Severe Acute Respiratory Illness (SARI) yang dirawat dan 5 persen dari kasus Influenza-Like Illness (ILI).

"Kemudian, semua hasil positif COVID-19 pada kasus SARI lalu dikirimkan untuk pemeriksaan "Whole Genome Sequencing" di laboratorium," katanya.

NEXT: Gejala Tak Biasa Varian Nimbus

Tak hanya itu, Prof Tjandra juga menyebut, ada empat hal penting terkait varian Nimbus menurut World Health Network. Pertama, varian ini memang tampaknya lebih mudah menular.

Kedua, gejalanya bisa berupa sakit tenggorokan berat seperti tersayat silet (razor-blode), lemas, batuk ringan, demam, dan nyeri otot. Ketiga, tingkat keparahan penyakit masih perlu waktu untuk dikaji lebih lanjut.

Keempat, kemunculan varian ini pada musim panas menunjukkan COVID-19 tidak hanya menyebar saat cuaca dingin.

Tingkat Kesuburan Dunia Menurun, Banyak Pasangan yang Enggan Menambah Anak

Semakin banyak pasangan yang menunda atau memilih untuk tidak memiliki anak, bahkan enggan memiliki anak lebih dari satu. Hal ini juga dialami oleh seorang wanita di Mumbai, India, bernama Namrata Nangia. Ia dan suaminya telah mempertimbangkan untuk memiliki anak lagi, sejak putrinya telah beranjak lima tahun. Tetapi, wanita yang tinggal di Mumbai, India, itu selalu berpikir: "Apakah kami mampu memenuhi seluruh kebutuhannya?".

Namrata dan suaminya sebenarnya memiliki penghasilan tetap. Ia bekerja di perusahaan farmasi dan suaminya bekerja di perusahaan ban. Namun, ia mengaku biaya untuk membesarkan satu anak saja sudah sangat besar, mencakup biaya sekolah, bus sekolah, les renang, dan pergi ke dokter umum pun mahal.

"Dulu kami hanya bersekolah, tidak ada kegiatan ekstrakurikuler. Tetapi, sekarang kami harus mengirim anak kami berenang, les menggambar, dan hal lain yang perlu mereka lakukan," ucap Namrata, dikutip dari BBC.

Menurut laporan terbaru oleh United Nations Population Fund (UNFPA), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfokus pada kesehatan seksual dan hak reproduksi, mengungkapkan situasi Namrata menjadi 'norma global'. Badan tersebut juga melaporkan tingkat kesuburan global atau fertility rates mengalami penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

UNFPA selama ini bersikap tegas pada penurunan angka kelahiran, dengan memperingatkan ratusan juta orang tidak dapat memiliki anak sebanyak yang pasangan inginkan. Mahalnya biaya menjadi orang tua dan sulitnya menemukan pasangan yang cocok disebut sebagai beberapa penyebab utamanya.

UNFPA mensurvei 14.000 orang di 14 negara mengenai keinginan mereka untuk memiliki anak. Satu dari lima responden mengungkapkan mereka belum memiliki, atau berharap tidak akan memiliki jumlah anak seperti yang mereka inginkan.

Negara-negara yang disurvei meliputi Korea Selatan, Thailand, Italia, Hungaria, Jerman, Swedia, Brasil, Meksiko, Amerika Serikat, India, Indonesia, Maroko, Afrika Selatan, dan Nigeria, yang secara keseluruhan mencakup sepertiga dari populasi dunia.

Negara-negara tersebut mencakup gabungan negara berpendapatan rendah, menengah, dan tinggi, serta negara dengan tingkat kesuburan yang rendah maupun tinggi. UNFPA mensurvei orang dewasa muda serta mereka yang telah melewati usia reproduktif.

"Dunia telah memulai penurunan angka kesuburan yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Dr Natalia Kanem, kepala UNFPA, dikutip dari BBC.

"Kebanyakan orang yang disurvei menginginkan dua anak atau lebih. Angka kesuburan menurun sebagian besar karena banyak yang merasa tidak mampu menciptakan keluarga yang mereka inginkan. Dan itulah krisis yang sebenarnya," katanya Dr Kanem.

Seorang demografer yang telah meneliti fertilitas di Eropa, Anna Rotkirch, juga terkejut dengan banyaknya responden berusia 50 tahun ke atas (31 persen) yang menuturkan ternyata mereka memiliki anak lebih sedikit dari yang mereka inginkan.

Survei ini, yang merupakan uji coba untuk penelitian di 50 negara pada akhir tahun ini, memiliki cakupan yang terbatas. Misalnya, jika menyangkut kelompok usia di suatu negara, ukuran sampelnya terlalu kecil untuk dapat diambil kesimpulan. Namun beberapa temuannya jelas.

Di semua negara, 39 persen responden mengungkapkan keterbatasan keuangan menghalangi mereka untuk memiliki anak. Persentase tertinggi tercatat di Korea Selatan (58 persen), sedangkan yang terendah di Swedia (19 persen).

Secara keseluruhan, hanya 12 persen responden yang menyebut infertilitas atau kesulitan untuk hamil sebagai alasan tidak memiliki jumlah anak yang mereka inginkan. Namun, angka ini lebih tinggi di negara-negara seperti Thailand (19 persen), Amerika Serikat (16 persen), Afrika Selatan (15 persen), Nigeria (14 persen), dan India (13 persen).

"Ini adalah pertama kalinya [PBB] benar-benar berupaya keras mengatasi masalah angka kelahiran rendah," kata Prof Stuart Gietel-Basten, demografer di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong.

Hingga saat ini, UNFPA lebih banyak berfokus pada perempuan yang memiliki anak lebih banyak dari yang mereka inginkan, serta pada 'kebutuhan yang tidak terpenuhi' akan kontrasepsi. Meski begitu, UNFPA mengimbau agar dunia berhati-hati dalam merespons rendahnya tingkat kelahiran.

"Saat ini, yang kita lihat adalah banyak retorika bencana, baik kelebihan populasi atau menyusutnya populasi, yang mengarah pada respons yang berlebihan, dan terkadang respons yang manipulatif," kata Dr Kanem.

"Dalam hal upaya membuat wanita memiliki lebih banyak anak, atau lebih sedikit."

Dr Kanem menuturkan, 40 tahun lalu China, Korea, Jepang, Thailand, dan Turki khawatir populasi mereka terlalu tinggi. Pada tahun 2015, mereka ingin meningkatkan angka kelahiran.