Jangan Sepelekan Sariawan, Bisa Jadi Gejala Kanker Mulut

Awalnya, Charlotte tidak khawatir karena merasa gaya hidupnya cukup sehat. Ia tidak merokok, dan ia juga rajin berolahraga di gym. Ia mengabaikan keluhan sariawan yang muncul sejak 2018 karena mengira hanya karena kelelahan.

Baru setelah kondisinya makin memburuk, Charlotte memeriksakan diri pada 2020 dan menjalani serangkaian pemeriksaan. Pada 2021, hasil biopsi menunjukkan di lidahnya ada kanker mulut jenis squamous cell carcinoma, yang dikelompokkan juga sebagai kanker leher dan kepala.

Dikutip dari Mayo Clinic, kanker mulut merupakan pertumbuhan sel yang dimulai di mulut. Jenis kanker ini bisa terjadi di bibir, gusi, lidah, lapisan dalam pipi, dasar mulut, dan langit-langit mulut. Sama seperti jenis kanker yang lain, pada stadium lanjut kanker mulut juga bisa menyebar ke organ lain.

Lantas, apa saja gejala kanker mulut?

Gejala kanker mulut di antaranya adalah sebagai berikut:

Perbedaan sariawan biasa dan kanker mulut dapat dilihat dari lokasi, rasa nyeri yang dirasakan, durasi, hingga faktor risikonya. Dikutip dari Healthline, begini penjelasannya.

Penting untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika ada luka di mulut yang tidak kunjung sembuh atau adanya perubahan tekstur dalam mulut yang berlangsung lebih dari dua minggu. Umumnya, prospek kesembuhan kanker mulut lebih baik jika pengobatan dilakukan lebih awal.Video Menkes Budi Tekankan Pentingnya Diagnosis Dini Penyakit KankerVideo Menkes Budi Tekankan Pentingnya Diagnosis Dini Penyakit Kanker(up/up)sariawankanker mulutkanker

Beda-beda Layanan CKG di Puskesmas, Bahkan di Jakarta Tak Semua Dicek Lengkap

Berminat mengikuti program Cek Kesehatan Gratis (CKG)? Sesuaikan ekspektasi, karena tidak semua Puskesmas melayani pemeriksaan selengkap yang dijanjikan.

Pengalaman detikcom di dua Puskesmas di sekitar Jabodetabek, ada perbedaan paket pemeriksaan yang diberikan. Experience relatif memuaskan didapat di Puskesmas Sukmajaya Kota Depok pada Jumat (11/4/2025), namun pemeriksaan di Puskesmas Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Kamis (12/6/2025) meninggalkan kesan 'ah gitu doang'.

Di kedua Puskesmas, CKG diawali dengan skrining mandiri melalui aplikasi SATUSEHAT Mobile. Skrining mencakup riwayat kesehatan, dan beberapa pertanyaan termasuk apakah punya kebiasaan merokok.

Soal keramahan petugas dalam membantu pelayanan, relatif tidak ada masalah. Petugas di Puskesmas Tanah Abang cukup helpful memberikan informasi dan mengarahkan ke ruang pemeriksaan di lantai 4.

Seluruh pemeriksaan dilakukan di satu ruangan itu saja, berbeda dengan CKG di Puskesmas Sukmajaya yang berpindah-pindah di beberapa poli tergantung jenis pemeriksaan. Pemeriksaan yang mencakup tes tekanan darah, gula darah sewaktu, lingkar pinggang, tinggi badan, berat badan, gigi, mata, skrining jiwa, serta tensi dan detak jantung, seluruhnya dilakukan oleh dokter yang sama dibantu seorang tenaga kesehatan.

Setelahnya, pemeriksaan selesai di ruangan itu juga. Hasil pemeriksaan dan beberapa catatan dirangkum dalam secarik kertas, sedangkan hasil resmi akan terkirim melalui aplikasi. Dokter yang memeriksa menerangkan, pemeriksaan lebih lanjut akan diberikan jika hasil CKG mengindikasikan adanya kebutuhan tersebut.

Dibandingkan pengalaman mengikuti 'mini MCU (medical check up)' gratisan yang digelar salah satu rumah sakit di sela-sela sebuah agenda talk show, keseluruhan pemeriksaan CKG di Puskesmas Tanah Abang relatif lebih ala kadarnya. Bahkan tidak ada cek kolesterol, pemeriksaan yang biasanya tersedia gratis di tempat-tempat layanan publik seperti di apotek.

Perbandingan jenis layanan CKG yang disediakan dua Puskesmas terangkum sebagai berikut:

Dalam program cek kesehatan gratis (CKG) Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), mengakui pemeriksaan yang diberikan memang berbeda-beda. Misalnya, ada yang mendapatkan pemeriksaan EKG (Elektrokardiogram), ada juga yang tidak, mengapa begitu?

Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes RI, dr Maria Endang Sumiwi, MPH menuturkan program ini memiliki 'paket' berdasarkan usia dan risiko kesehatan peserta.

"Pertama berdasarkan umur, karena kita melihat risiko juga dilihat berdasarkan umur. Saya kasih contoh, untuk jantung, stroke dan gagal ginjal itu pemeriksaannya pada usia 40 tahun ke atas," kata Endang dalam konferensi pers daring, Kamis (12/6/2025).

"Misalnya, 'kok dia diperiksa EKG, saya tidak?', yang kita lihat umurnya dulu, kalau 40 tahun ke atas berisiko kena serangan jantung, stroke, gagal ginjal, maka pemeriksaannya ketiganya baru kita mulai di 40 tahun ke atas," sambungnya.

Begitu pula dengan pemeriksaan kanker payudara dan leher rahim di usia 30 tahun ke atas. Lalu kanker usus, kanker paru itu baru dimulai di usia 45 tahun ke atas.

Selanjutnya, berdasarkan status pernikahan, apakah pasien akan menikah dalam waktu dekat atau tidak. Jika iya, maka akan ada pemeriksaan tambahan.

"Nanti kita tambahkan screening untuk calon pengantin," kata Endang.

Pemeriksaan juga dilakukan berdasarkan risiko kesehatan. Apabila di usia 40 tahun, pasien tidak mengalami hipertensi dan diabetes melitus misalnya, maka tidak dilakukan pemeriksaan jantung, stroke, dan ginjal.

Endang melanjutkan bahwa pasien dengan usia 18-40 tahun dengan kondisi tubuh yang 'baik', akan mendapatkan pemeriksaan standar seperti cek tekanan darah, gula darah, lingkar perut, tinggi badan, berat badan, mata, gigi, dan skrining kesehatan.

NEXT:Baru 60 Persen Puskesmas yang Alatnya Lengkap

Mengenai fasilitas Puskesmas, memang belum seluruhnya lengkap. Ada sebagian pemeriksaan yang bisa dilakukan di puskesmas, ada juga sebagian kecil yang belum bisa dilakukan di puskesmas tertentu.

"Kita memang menyadari bahwa baru sekitar 60 persen Puskesmas kita yang seluruhnya lengkap dan berfungsi alat-alatnya," kata Endang.

Meski demikian, telah terbit Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Percepatan Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan primer dan Pelayanan Kesehatan Lanjutan untuk Mendukung Transformasi Kesehatan.

Tujuannya adalah agar pemerintah daerah meningkatkan fasilitas kesehatan, kemudian alat kesehatan, kualitas dan mutu pelayanan kesehatan baik di tingkat primer maupun lanjutan.

"Jadi ini adalah usaha kita supaya semua fasilitas kesehatan kita memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas," tambahnya.

Kasus TBC RI Peringkat Ke-2 Dunia, Wamenkes Ungkit Minimnya Dokter Spesialis

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus tuberkulosis (TBC) tertinggi di dunia. Saat ini, Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dengan total 1.090.000 kasus, termasuk di dalamnya 125 ribu kasus kematian.

Tepat di atas Indonesia, ada India sebanyak 2,8 juta kasus dengan 315 ribu kematian. Tingginya kasus TBC di Indonesia, menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, harus menjadi perhatian khususnya dalam meningkatkan jumlah dokter spesialis.

Sebagai contoh, ia mengharapkan nantinya setiap kabupaten atau kota di Indonesia bisa memiliki setidaknya satu dokter spesialis paru. Rujukan pasien TBC diharapkan akan menjadi lebih baik, khususnya pasien yang resisten obat.

"Kenapa dibutuhkan tiap kab kota, karena ada masalah penanganan penyakit paru, yaitu penanganan resistensi obat, karena ini butuh spesialis yang mumpuni untuk melakukan penanganan," kata Dante ketika ditemui awak media di Jakarta Timur, Kamis (12/6/2025).

Selain kekurangan dokter spesialis paru, Indonesia juga masih sangat kekurangan dokter spesialis mikrobiologi klinik.

Dokter spesialis mikrobiologi klinik berperan mendiagnosis TBC dengan mengidentifikasi infeksi bakteri melalui pemeriksaan laboratorium seperti kultur, tes cepat molekuler, dan uji resistensi obat. Hasil analisis spesialis mikrobiologi klinik menjadi dasar penting bagi dokter klinis, termasuk dokter paru, dalam menentukan pengobatan yang tepat dan efektif bagi pasien TBC.

Hingga saat ini tercatat baru ada 367 dokter spesialis mikrobiologi klinik di seluruh Indonesia, jauh dari kebutuhan 1.252 dokter mikrobiologi yang diperlukan. Setiap tahun diperkirakan 'hanya' ada 60-70 dokter spesialis mikrobiologi klinik yang lulus.

"Hingga saat ini baru ada 367 dokter spesialis mikrobiologi dan kalau kita lihat dari sisi kebutuhan ada 1252 dokter mikrobiologi yang dibutuhkan. Kita baru mengisi 26,6 persen kebutuhan yang ada," kata Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) drg Arianti Anaya, MKM.

"Selisih ini yang tentunya kita carikan strategi lain dalam hal ini kami membuat fellowship dengan kolegium dan institusi pendidikan untuk memastikan membantu distribusi spesialis mikrobiologi yang ada," sambungnya

NEXT: Masalah distribusi dokter spesialis

Selain dari sisi produksi, pendistribusian dokter spesialis nantinya akan diperbaiki. Dante menuturkan ada beberapa alternatif yang tengah dikaji agar distribusi dokter spesialis bisa merata.

Misalnya, mengirimkan residen program pendidikan dokter spesialis (PPDS) tahap akhir ke daerah terpencil. Diharapkan peserta PPDS nantinya bisa mendapatkan pengalaman yang lebih luas di daerah-daerah yang membutuhkan.

Ia juga memastikan dokter spesialis yang pindah ke daerah terpencil akan mendapat insentif khusus dari daerah. Menurut Dante, hal ini perlu dilakukan agar dokter spesialis yang bertugas di daerah bisa betah.

"Mereka (residen PPDS tahap akhir) beberapa tahun terakhir sudah cukup ilmunya, kemudian tahun terakhir mereka membutuhkan pengalaman yang variatif lagi, itu salah satunya mengirimkan peserta didik tahun terakhir, yang akan lulus untuk ke daerah, sehingga distribusinya merata," kata Dante.

"Insentif dari daerah ini juga diperlukan, komitmen daerah diperlukan, supaya mereka betah di situ, terutama masalah keamanan dan finansial. Salah satunya finansialnya dari APBD, akan diberikan insentif pada dokter-dokter yang bertugas di situ, sehingga dokter tersebut jadi betah di daerah," tandasnya.

Hormati Aksi Protes Guru Besar, Kemenkes Tunggu Undangan FK UI

Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menghormati aspirasi dan kepedulian para guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang disampaikan secara terbuka. Diketahui, sekitar 100 guru besar FKUI kembali menggelar orasi, memprotes kebijakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Kamis (12/6/2025).

Protes yang disampaikan para guru besar kurang lebih sama seperti seruan sebelumnya, yakni kolegium yang dinilai tidak independen, mutasi secara sepihak dan nihil transparansi, hingga framing yang memicu citra buruk para dokter Indonesia.

Juru Bicara Kemenkes RI, drg Widyawati, MKM, menuturkan, masukan dari para akademisi kami pandang sebagai kontribusi intelektual yang penting dalam upaya memperkuat sistem kesehatan nasional.

"Perlu kami sampaikan bahwa Kemenkes telah mengundang forum tersebut untuk berdialog secara langsung, namun undangan tersebut tidak direspons secara positif," ucapnya saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6).

"Apabila forum guru besar berinisiatif mengundang, kami mengungkapkan kesiapan untuk hadir dan berdialog secara terbuka demi kepentingan bersama," lanjutnya.

Tak hanya itu, Widyawati juga menerangkan, transformasi kesehatan nasional, termasuk tata kelola kolegium dan organisasi profesi, merupakan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang telah disahkan oleh DPR dan pemerintah. Karenanya, ia mengajak semua pihak mentaati UU dan aturan turunannya.

Sebagai pelaksana, Kemenkes berkewajiban menjalankannya secara konsisten dan transparan demi kepentingan masyarakat luas, sembari terus membuka ruang partisipasi konstruktif dari seluruh pemangku kepentingan.

"Kami juga mengajak semua pihak, termasuk para akademisi, untuk bersama-sama membangun sistem kesehatan yang lebih baik. Mari kita hindari narasi yang bersifat mendiskreditkan, dan sebaliknya, perkuat semangat kolaborasi demi kemajuan bangsa," imbuhnya.

"Hanya dengan saling mendengar dan bekerja sama, sistem kesehatan Indonesia dapat tumbuh lebih kuat, adil, dan merata bagi seluruh rakyat," sambungnya lagi.

NEXT: Tak Percaya Menkes, Ingin Bertemu Prabowo

Sementara itu, Guru Besar FKUI, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, menyampaikan, pihaknya membuka diri untuk berdialog langsung dengan Presiden Prabowo Subianto. Ia menekankan pentingnya keterlibatan para akademisi dalam menyuarakan aspirasi demi perbaikan sistem kesehatan.

"Kami sangat berterima kasih jika Bapak Presiden bersedia bertemu dengan kami, para guru besar. Kami sungguh mengharapkan pertemuan langsung dengan beliau," beber Prof Ari di Kampus FKUI Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Prof Dr dr l Siti Setiati, SpPD-KGer, M Epid, FINASIM. Ia mengungkapkan bahwa surat permohonan audiensi telah dikirim langsung ke Istana.

Namun hingga kini, lanjut Prof Siti, belum ada tindak lanjut terkait permintaan pertemuan tersebut. Ia berharap dapat berdiskusi langsung dengan Presiden secara terbuka.

"Kalau bisa, kami ingin berbicara dari hati ke hati. Kami ingin menerangkan alasan di balik aksi dan pernyataan kami ini," ucap Prof Siti.

Kesaksian Dokter yang Selamat dari Kecelakaan Pesawat Air India

Pesawat Boeing 787-8 Dreamliner milik Air India, yang sedang menuju London dengan 242 orang di dalamnya, jatuh tak lama setelah lepas landas dari Bandara Internasional Sardar Vallabhbhai Patel. Pesawat tersebut gagal mendapatkan daya angkat yang memadai dan menabrak bangunan kampus sekitar pukul 13.40 waktu setempat. Kegagalan daya angkat dilaporkan terjadi pada ketinggian 825 kaki.

Dikutip dari NDTV, dalam gambar yang diambil di lokasi, terlihat piring berisi makanan yang belum disentuh dan gelas yang masih tergeletak di atas meja kantin asrama. Hal ini menunjukkan para mahasiswa kedokteran sedang makan siang saat kecelakaan terjadi. Gambar tersebut juga memperlihatkan sejumlah orang berdiri di dekat dinding asrama yang rusak.

Gambar-gambar tersebut menunjukkan bagian dari pesawat yang terjebak di dalam asrama mahasiswa BJ Medical College.

"Kami sangat terkejut mendengar berita jatuhnya pesawat AI di Ahmedabad. Berita menjadi lebih mengerikan setelah mengetahui bahwa pesawat itu hancur di BJMC, Hostel & banyak mahasiswa MBBS juga terluka!!!! Kami memantau situasi dengan saksama & siap untuk memberikan bantuan!" kata FAIMA Doctors Association dalam sebuah pernyataan di X.

Hampir 40 dokter terluka dan setidaknya satu orang dalam kondisi kritis. Kepada NDTV, dr Shyam Govind, seorang saksi mata dari BJ Medical College, menuturkan, "Saya dan dokter junior saya terluka. 30-40 dokter sarjana juga mengalami luka-luka dan satu hingga dua mahasiswa mengalami luka serius."

Ramila, ibu dari salah satu mahasiswa kedokteran yang berada di asrama saat kecelakaan terjadi, menuturkan putranya sedang istirahat makan siang. Ia melompat dari lantai dua gedung untuk menyelamatkan diri.

"Anak saya pergi ke asrama saat istirahat makan siang, dan pesawat jatuh di sana. Anak saya selamat, dan saya sudah berbicara dengannya. Dia melompat dari lantai dua, jadi dia mengalami beberapa luka," kata Ramila, yang tiba di rumah sakit sipil di Ahmedabad, Gujarat saat berbicara dengan kantor berita ANI.Sudah Keluar RS, Begini Kondisi 4 Anak Kolombia yang Hilang di Hutan AmazonSudah Keluar RS, Begini Kondisi 4 Anak Kolombia yang Hilang di Hutan Amazon(suc/suc)kecelakaan pesawatahmedabadkesaksian dokterair indiamahasiswa kedokteran

Dokter Ungkap Penyebab Nyeri Lutut Akibat Duduk Terlalu Lama

Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi Mayapada Hospital Surabaya, dr. Reyner Valiant Tumbelaka, M.Ked.Klin., Sp.OT menerangkan penyebab nyeri lutut saat bekerja bisa muncul dari berbagai faktor seperti menaiki tangga, berdiri lama tanpa jeda, atau mengangkat beban tanpa didasari teknik yang tepat.

"Nyeri lutut disebabkan oleh beragam faktor, seperti sering naik turun tangga, berdiri lama tanpa jeda, atau mengangkat beban berat tanpa teknik yang tepat. Kebiasaan ini dapat memicu peradangan pada jaringan sekitar lutut, seperti tendonitis atau bursitis, lalu muncul rasa nyeri tumpul atau tajam yang terasa saat bergerak," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (13/6/2025).

Dokter Reyner juga menerangkan, penyebab nyeri lutut pada para pekerja kantoran dapat berasal dari kebiasaan duduk terlalu lama dengan posisi yang kurang ideal.

"Sementara bagi pekerja kantoran, kebiasaan duduk terlalu lama dengan posisi kurang ideal, seperti menyilangkan kaki terus-menerus atau tidak menggunakan sandaran kaki yang sesuai dapat menimbulkan tekanan pada lutut dan menyebabkan sindrom nyeri patellofemoral, kondisi saat tempurung lutut tidak bergerak mulus di atas tulang paha, menyebabkan nyeri saat naik tangga atau setelah duduk lama," jelasnya.

Lebih lanjut, menurut Dokter Reyner, faktor usia juga dapat memengaruhi kondisi lutut karena kualitas tulang rawan dan ligamen mulai menurun yang dapat memicu osteoartritis.

"Seiring bertambahnya usia, kualitas tulang rawan dan ligamen mulai menurun, sehingga dapat memicu osteoartritis, jenis radang sendi yang umum menyebabkan nyeri, kaku, dan bengkak. Meski lebih sering terjadi pada usia lanjut, kini osteoartritis juga banyak ditemukan pada pasien usia muda karena pola hidup yang kurang sehat atau cedera riwayat cedera sebelumnya," jelasnya.

Kapan nyeri lutut berubah dari keluhan biasa menjadi tanda bahaya medis? Saat nyeri lutut disertai pembengkakan hebat, kemerahan, rasa hangat saat disentuh, sulit menekuk maupun meluruskan lutut, atau mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya segera periksakan ke dokter. Gejala-gejala ini bisa menjadi pertanda adanya infeksi sendi, cedera serius seperti robekan ligamen atau robekan pada bantalan tulang rawan lutut (meniskus), bahkan gangguan sistemik yang membutuhkan penanganan medis lebih lanjut.

Meski kerap dianggap sepele, nyeri lutut bisa berkembang menjadi masalah serius yang membutuhkan penanganan lebih kompleks, bahkan hingga tindakan operasi. Mayapada Hospital menyediakan layanan lengkap untuk menangani nyeri lutut, mulai dari pemeriksaan dengan teknologi canggih seperti MRI dan radiologi digital, tindakan operasi, maupun terapi konservatif seperti fisioterapi, injeksi pelumas sendi, serta edukasi postur kerja untuk mencegah cedera berulang.

Jika diperlukan, tindakan operasi juga bisa dilakukan dengan pendekatan minimal invasif seperti Artroskopi hingga prosedur Total Knee Replacement yang kini semakin optimal dengan bantuan teknologi bedah robotik VELYS™ Robotic-Assisted Solution. Teknologi canggih ini membantu tim dokter ortopedi memberikan tingkat akurasi yang lebih tinggi, proses pemulihan yang lebih cepat, dan hasil jangka panjang yang lebih baik bagi pasien.

Tidak hanya soal pengobatan, kebiasaan sehari-hari juga punya peran besar dalam menjaga kesehatan lutut. Untuk mencegah keluhan sejak awal, Dokter Reyner menekankan agar para pekerja mulai menerapkan kebiasaan menjaga berat badan ideal, melakukan peregangan, dan memperhatikan posisi tubuh saat bekerja.

"Ada baiknya para pekerja mulai menerapkan kebiasaan sederhana sehari-hari dengan menjaga berat badan tetap ideal, melakukan peregangan sebelum dan sesudah aktivitas, serta perhatikan posisi tubuh saat bekerja. Untuk para pekerja kantoran, usahakan untuk berdiri dan bergerak ringan setiap 30 menit, serta pastikan posisi duduk dan tinggi kursi sudah sesuai agar lutut tidak tertekan terus-menerus," ujarnya.

Namun jika nyeri lutut mulai mengganggu aktivitas harian, terutama saat bekerja, jangan ragu untuk berkonsultasi. Anda bisa mengandalkan layanan Orthopedic Center Mayapada Hospital Surabaya, yang menyediakan perawatan menyeluruh dan berstandar internasional, mulai dari deteksi dini, diagnosis, tindakan, hingga terapi dan perawatan pasca-tindakan untuk berbagai kasus tulang, sendi, dan otot.

Sementara itu, Hospital Director Mayapada Hospital Surabaya, dr. Bona Fernando, M.D., FISQua mengungkapkan, inovasi yang hadir di Mayapada Hospital Surabaya akan meningkatkan patient experience secara optimal, memastikan patient safety secara maksimal, serta memperluas akses layanan ortopedi yang canggih dan berkualitas internasional.

"Kami yakin inovasi yang telah hadir di Mayapada Hospital Surabaya ini akan meningkatkan patient experience secara optimal, memastikan patient safety secara maksimal, serta memperluas akses layanan ortopedi yang canggih dan berkualitas internasional bagi masyarakat Surabaya, Jawa Timur, hingga Indonesia Timur. Hal ini juga membuktikan kesiapan Orthopedic Board, yang terdiri dari tim multidisiplin Orthopedic Center kami dalam memberikan perawatan terbaik," ucap Dokter Bona.

Segera jadwalkan konsultasi di Orthopedic Center Mayapada Hospital apabila Anda mengalami nyeri lutut kronis. Anda dapat menjadwalkannya kapan saja dan di mana saja melalui aplikasi MyCare.

Aplikasi ini memudahkan pengguna untuk mengatur jadwal pemeriksaan, hingga mengakses layanan gawat darurat. MyCare juga dilengkapi fitur Health Articles & Tips yang berisi informasi terkait layanan Orthopedic Center dan SITPEC, serta Personal Health yang terhubung dengan Health Access dan Google Fit untuk memantau langkah harian, kalori terbakar, detak jantung, hingga Body Mass Index (BMI).(akn/ega)nyeri lututpenyebab nyeri lututortopedimayapada hospitalosteoartritis

Begini Situasi COVID-19 di DKI Jakarta, Warga Diimbau Tetap Waspada

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, menuturkan tingkat positivity rate COVID-19 di Jakarta pada Mei 2025 sebesar 2,4 persen. Artinya, laju penularan masih terkendali.

Berdasarkan data Sistem Nasional All Record (NAR), sepanjang 1 Januari hingga 31 Mei 2025 tercatat 38 kasus konfirmasi positif COVID-19 di DKI Jakarta.

Ani menuturkan, sebagian besar dilaporkan oleh rumah sakit (29 kasus), kemudian laboratorium swasta (5 kasus) dan Puskesmas (4 kasus). Sementara itu, tidak terdapat laporan kematian akibat COVID-19 sepanjang tahun 2025.

Pemprov DKI Jakarta juga telah menjalankan surveilans sentinel (pengamatan sistematis) bekerja sama dengan berbagai fasilitas kesehatan. Pemeriksaan spesimen dilakukan untuk mendeteksi virus pernapasan, termasuk COVID-19. Hasil surveilans ILI (Influenza-Like Illness) hingga akhir Mei 2025 mencatat hanya satu kasus positif dari 227 spesimen yang diperiksa.

Di samping itu, Ani mengimbau masyarakat tetap menjaga kesehatan dan lingkungan, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat sebagai langkah pencegahan atau perlindungan diri. Misalnya, seperti rutin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker saat bergejala atau berada di kerumunan, terutama bagi kelompok rentan.

Penting juga menerapkan etika batuk dan bersin, beristirahat cukup dan menghindari aktivitas berlebihan saat sakit serta memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila mengalami gangguan pernapasan.

Ani mengingatkan, warga yang hendak bepergian ke negara dengan angka kasus COVID-19 tinggi, seperti Thailand dan Singapura, diimbau tetap menjaga kesehatan dan mengikuti protokol setempat.

"Pengalaman pandemi telah membentuk kita menjadi masyarakat yang lebih tangguh dan peduli," katanya, dikutip ANTARA.

Video Update Situasi Kasus Covid-19 di IndonesiaVideo Update Situasi Kasus Covid-19 di Indonesia(suc/suc)covid-19kesehatan masyarakatdki jakartapencegahan covid-19

Kelompok Orang yang Tak Boleh Jalan Kaki Terlalu Lama Menurut Dokter, Siapa Saja?

Jalan kaki dikenal sebagai olahraga murah dengan segudang manfaat. Aktivitas ini bisa menurunkan risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, hingga diabetes. Bukan cuma itu, rutin melangkah juga membantu menjaga berat badan ideal dan memperkuat otot serta tulang.

Namun hati-hati, jalan kaki pun ada batasnya. "Seperti halnya aktivitas fisik lainnya, jalan kaki juga bisa berlebihan," ujar para ahli.

Belakangan, tren 'hot girl walk' ramai di TikTok. Konsepnya simpel, jalan kaki di luar sambil refleksi diri. Tagar #hotgirlwalk bahkan sudah dibanjiri ribuan unggahan. Ada juga tren urban hiking, yakni jalan kaki sejauh 10-15 mil (sekitar 16 hingga 24 km) per hari di tengah kota.

"Tak ada batasan maksimal mutlak untuk jalan kaki atau jenis olahraga lain," ujar dr Randy Cohn, ahli bedah ortopedi dan dokter kedokteran olahraga dari Northwell Health, New York.

Menurutnya, manfaat jalan kaki jarak jauh bisa sangat besar. Selain menjaga kesehatan jantung dan menurunkan risiko diabetes tipe 2, menambah langkah juga bisa memperpanjang usia.

Hal itu dibuktikan lewat studi tahun 2020 yang melibatkan lebih dari 4.800 orang dewasa di AS. Hasilnya, semakin banyak langkah yang ditempuh dalam sehari, semakin rendah pula risiko kematian dari berbagai penyebab.

Meskipun kebanyakan dari kita dianjurkan untuk lebih banyak bergerak dan menambah jumlah langkah harian, ternyata ada kelompok orang yang harus berhati-hati agar tidak berjalan terlalu jauh.

Orang dengan masalah jantung dan paru-paru seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) dan penyakit jantung perlu ekstra waspada saat berjalan jauh karena aktivitas ini dapat meningkatkan detak jantung, menurut Dr. Cohn. "Jika peningkatan detak jantung bisa membahayakan seseorang, harus sangat berhati-hati dan berkonsultasi dengan tim medis sebelum memulai rencana olahraga," ujarnya.

Masalah otot dan sendi pada kaki juga bisa menjadi alasan untuk membatasi jarak berjalan. "Orang dengan gangguan pada kaki dan tungkai bawah seperti radang sendi lutut perlu berhati-hati agar tidak berjalan terlalu banyak dalam sehari agar tidak memperburuk kondisi tersebut," kata Cohn, dikutip dari Everyday Health.

Penggunaan sepatu jalan yang berkualitas dan pas juga bisa membantu mengurangi risiko nyeri, terutama bagi pengidap radang sendi.

Selain itu, orang dengan penyakit pernapasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), serta lansia, juga sebaiknya tidak terlalu memaksakan diri berjalan jauh. "Risiko jatuh adalah kekhawatiran besar pada kelompok lansia, jadi mereka harus menghindari kelelahan berlebih agar tidak terjadi kecelakaan," jelasnya.

NEXT: Tanda sudah terlalu banyak berjalan

Berjalan jauh bisa membuat tubuh terasa segar, meski mungkin akan terasa pegal setelahnya. Namun, aktivitas ini seharusnya tidak menyebabkan cedera akibat penggunaan berlebihan.

"Cedera akibat penggunaan berlebihan terjadi ketika suatu gerakan dilakukan secara berulang-ulang hingga melukai ligamen, tendon, atau otot," jelas April Gatlin, praktisi olahraga bersertifikasi yang berbasis di Chicago.

Bagaimana mengenalinya? Perhatikan tanda-tanda fisik. "Jika ada rasa sakit di persendian, tubuh terasa kaku, atau muncul sensasi yang tidak biasa di sendi, kurangi jarak tempuh atau istirahatlah sehari," kata Gatlin. Konsultasikan ke dokter jika rasa sakit tidak kunjung membaik atau kembali muncul setelah istirahat.

Gejala lain bahwa tubuh terlalu lelah antara lain gangguan tidur, perubahan suasana hati seperti mudah marah atau cemas, serta peningkatan detak jantung saat istirahat. Ini bisa menjadi sinyal bahwa tubuh mengalami stres berlebih dan perlu waktu untuk pulih.

Peserta Asuransi Kesehatan Bakal Tanggung 10 Persen Klaim, Menkes Bilang Gini

Aturan tersebut tertuang dalam SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Meski belum membaca secara rinci isi regulasi tersebut, Menkes mengaku memahami bahwa ketentuan ini berlaku khusus untuk asuransi swasta.

"Saya belum update sekali tentang aturan ini ya, tapi pemahaman saya itu berlaku untuk asuransi swasta," ujar Menkes Budi kepada wartawan, Kamis (12/6/2025).

Menkes menyebut belum bisa memberikan komentar lebih lanjut karena masih ingin mempelajari isi aturan secara menyeluruh. Namun, secara prinsip, ia menilai sistem co-payment bisa memberikan nilai edukatif bagi para pemegang polis.

"Di mata saya, ada bagusnya juga dengan adanya co-payment ini. Jadi mirip seperti asuransi kendaraan, kalau ada tabrakan, kita tetap harus bayar sedikit. Dengan begitu, kita jadi lebih hati-hati dalam berkendara," jelasnya.

Ia melihat konsep yang sama bisa diterapkan dalam konteks kesehatan. Co-payment dinilai dapat mendorong masyarakat untuk lebih menjaga kesehatannya.

"Saya rasa itu bagus juga untuk mendidik para pemegang polis asuransi swasta, agar mereka menjaga kesehatan dan tidak gampang sakit," ujar Menkes Budi.

Sistem co-payment berarti peserta asuransi menanggung sebagian kecil dari total biaya layanan kesehatan, sedangkan sisanya ditanggung oleh perusahaan asuransi. Kebijakan ini sebelumnya menuai pro dan kontra di masyarakat, terutama soal keadilan dan beban biaya tambahan yang harus ditanggung pasien.

Sebelumnya diberitakan, SEOJK No.7/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan akan mulai efektif per 1 Januari 2026, dengan masa penyesuaian sampai 31 Desember 2026 bagi polis yang otomatis diperpanjang.

"Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang di tengah tren inflasi medis yang terus naik," tulis OJK dalam keterangan resminya, Kamis (5/6/2025).

OJK menegaskan, skema co‑payment diterapkan untuk menahan laju inflasi medis yang rata‑rata 2-3kali inflasi umum di Indonesia, juga mencegah 'over‑utilization' atau penggunaan layanan kesehatan berlebihan oleh pemegang polis, menekan premi agar tetap terjangkau dalam jangka panjang.

"Copayment diharapkan membuat peserta lebih bijak memakai layanan medis, sekaligus menekan moral hazard," tulis OJK dalam dokumen FAQ resmi.

Video Menkes soal Nasabah Asuransi Tanggung Biaya 10%: Kalau Bisa Jangan SakitVideo Menkes soal Nasabah Asuransi Tanggung Biaya 10%: Kalau Bisa Jangan Sakit(naf/kna)asuransi kesehatanco-paymentmenkes budi gunadi sadikinojkinflasi medisedukasi kesehatanpeserta asuransi

BPJS Kesehatan Pastikan Peserta JKN Tak Tanggung 10 Persen Klaim Berobat

"Kami sampaikan bahwa ketentuan co-payment saat ini tidak berlaku bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah saat dihubungi detikcom, Jumat (13/6/2025).

Rizzky menuturkan BPJS Kesehatan menerapkan skema Coordination of Benefit (CoB), sesuai dengan Pepres 59/2024 BPJS Kesehatan dapat berkoordinasi dengan penyelenggara jaminan lainnya. Pasal 51 Perpres 59/2024 menyebut peserta JKN dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan (AKT)

"Atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayarkan akibat peningkatan pelayanan.

Hal tersebut kata dia diatur secara rinci diatur oleh Kementerian Kesehatan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1366/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan Selisih Biaya Oleh Asuransi Kesehatan Tambahan Melalui Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan.

Sebelumnya diberitakan OJK akan menerapkan skema co-payment untuk produk asuransi kesehatan. Aturan itu disebut menjadi salah satu upaya untuk menekan inflasi medis agar tak menjadi ancaman bagi perekonomian.

Pembagian risiko atau co-payment adalah porsi pembiayaan kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta, paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan.

Video Menkes soal Nasabah Asuransi Tanggung Biaya 10%: Kalau Bisa Jangan SakitVideo Menkes soal Nasabah Asuransi Tanggung Biaya 10%: Kalau Bisa Jangan Sakit(kna/kna)bpjs kesehatanco-paymentasuransi kesehatanojkinflasi medis